Jayapura – Aksi kekerasan yang terjadi beruntun dalam sebulan belakangan ini, bukanlah suatu peristiwa biasa, akan tetapi by design untuk membangun satu konsep lahirnya common enemy (musuh bersama). Demikian disampaikan oleh pengamat politik dan akademisi Marinus Yaung dalam acara diskusi untuk merespon situasi terkini di Papua yang digelar di AlDP, Padang Bulan (24/05/2017).
“Konflik di Papua itu cuma 2, kalau tidak diciptakan maka dipelihara,” tegasnya.
Menurutnya ketidakadilan masa lalu karena berbagai peristiwa pelanggaran HAM di Papua telah menimbulkan kekecewaan dan dendam. Lalu perasaan itu sengaja dibiarkan oleh pemerintah dengan kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Selanjutnya, situasi didesign agar perasaan kekecewaan itu tumbuh.
Disisi lain, pemerintah sengaja membentuk opini untuk menciptakan musuh bersama. Kali ini yang menjadi target adalah KNPB.
Dirinya menjelaskan soal pembunuhan dosen pembunuhan adalah motif murni yang disebut sebagai motifnya murni criminal tapi lama kelamaan setelah pembunuhan di depan PLTD diinformasikan bahwa ada polisi yang bersaksi telah mencegah tapi motor yang diduga digunakan pelaku terus berlalu.
“Mengapa polisi membiarkan?. Memunculkan nama KNPB karena yang dicari adalah musuh bersama sejak kejadian Organda agar mendapat simpati. Kalau cara ini dipakai maka sama dengan polisi memelihari konflik,” ujarnya.
Lebih jauh Marinus menegaskan bahwa situasi ini mengarah kepada upaya untuk menciptakan konflik horizontal. Konflik horizontal didesign untuk menghindari tuduhan pelanggaran HAM.
Marinus mengatakan bahwa sebaiknya pihak kepolisian dalam hal ini Kapolda Papua dan Kapolresta Jayapura agar ketika merilis seseorang yang diduga sebagai pelaku, seperti merilis 3 nama yang masuk DPO agar tidak menyebut organisasi, dalam hal ini KNPB. Perlu pembuktian secara hukum bukan malah memicu konflik horizontal.(Tim/AlDP)