Kategori
DOWNLOAD

Siaran Pers ; Menyikapi persidangan terhadap tujuh tahanan politik (tapol) Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan

Menyikapi persidangan terhadap tujuh tahanan politik (tapol) Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan dan saat ini dalam proses menunggu sidang pembacaan putusan, ALDP (Aliansi Demokrasi untuk Papua) mengeluarkan siaran pers.

Putusan majelis hakim terhadap tujuh Tapol asal Papua akan dibacakan di PN Balikpapan Rabu 17 Juni 2020.

Berikut 6 point sikap ALDP:

1.Bahwa kami menjunjung tinggi penegakan hukum tanpa diskriminasi untuk memberikan keadilan bagi setiap korban yang ditimbulkan atas berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang Agustus sampai dengan September 2019 lalu.

2.Bahwa terkait Putusan terhadap Ferry Kombo, Alexander Gobay, Hengky Hilapok, Irwanus Uropmabin, Buktar Tabuni, Agus Kosay dan Steven Itlay atau tuduhan melakukan makar, kami memohon agar majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta-fakta persidangan untuk dan atas nama hukum, bebas dari stigma, atau tekanan dari pihak kekuasaan sehingga dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya;

3.Bahwa masih ada sejumlah tindakan hukum yang menjadi tanggungjawab pemerintah karena masih ada sejumlah peristiwa yang diabaikan atau ditutup-tutupi. Pemerintah tidak boleh berdalil. Bahwa dengan persidangan terhadap ke 7 orang tersebut berarti telah menegakan hukum terhadap semua peristiwa yang terjadi karena pada fakta persidangan tidak juga mengungkapkan hal tersebut. Dimana pada tempat dan waktu yang berbeda ada peristiwa dengan berbagai kerugian jiwa dan materi yang telah dialami oleh segenap lapisan masyarakat sipil (Papua dan non-Papua).

4.Kita semua sepakat bahwa proses hukum bukan hanya untuk menyenangkan para korban bahwa pemerintah sudah mengambil tindakan hukum meskipun faktanya bukanlah pelaku atau peristiwa yang sebenarnya sebab proses hukum haruslah menghukum orang yang sebenar-benarnya telah melakukan kejahatan sesuai dengan fakta peristiwa. Pada akhirnya, siapapun itu, akan kecewa dengan tindakan pemerintah.  Gagalnya pengungkapan kebenaran akan menimbulkan ketidakpercayaan, kecurigaan dan kemarahan yang dapat memicu konflik dimasa yang akan datang.

5.Bahwa kami menolak semua bentuk aksi kekerasan dengan alasan apapun termasuk pernyataan atau provokasi yang dapat memicu konflik horizontal khususnya diantara orang Papua dan non-Papua olehnya itu kami menyerukan agar dibangun komunikasi yang konstruktif pada komunitas masing-masing, melakukan klarifikasi atas semua informasi yang didapat dan memutuskan mata rantai dari berita-berita menyesatkan guna menghindari berulangnya peristiwa kekerasan yang lebih besar dan meluas;

6.Kami berharap aparat keamanan bertindak profesional dan terukur serta mengedepankan langkah-langkah persuasive dalam melakukan pengamanan khusus terkait kebebasan berekspresi para mahasiswa dalam merespon putusan terhadap 7 Tapol Papua di Balikpapan. Sejalan dengan itu kami berharap pemerintah segera mengambil langkah konkrit untuk memberikan perlindungan dan keadilan serta membangun perdamaian di tanah Papua.**

Kategori
SOSOK

Masalah Papua Menurut Muridan

Mengingat Papua, tentu kita harus banyak belajar dari sosok peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sangat mencintai tanah cendrawasih, yaitu seorang Dr. Muridan Satrio Widjojo atau yang akrab dipanggil dengan Muridan. Ia bersama tim peneliti LIPI pernah melakukan penelitian di tahun 2004-2008 untuk membuat Papua Road Map yang bertujuan menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di Papua.

Dalam Buku Papua Road Map, Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yang berjumlah 35 halaman berisi tentang masalah dan solusi untuk Papua, Muridan dan peneliti lainnya menjelaskan dalam buku tersebut tentang empat masalah utama yang dimiliki oleh masyarakat Papua, yaitu
(1) marginalisasi dan diskriminasi masyarakat adat di Papua,
(2) kegagalan pembangunan,
(3) kekerasan negara dan pelanggaran HAM,
(4) sejarah dan status politik antara Jakarta dengan Papua. Keempat masalah itu terus terjadi hingga kini, padahal penelitian yang dilakukan oleh Muridan itu sekitar 12 tahun yang lalu.
Kategori
SOSOK

Papua Adalah Kita

Dr. Neles Tebay, seorang Pastor dan aktivis perdamaian Papua menceritakan kisahnya tentang Muridan dalam buku yang berjudul Muridan Kita & Papua: Sebuah Liber Amicorum (2014). Ia menuliskan bahwa Muridan selalu bekerja untuk perdamaian Papua bukan demi mengumpulkan harta dan kekayaaan. Karena bagi Muridan melibatkan diri demi Papua, karena baginya masyarakat Papua adalah kita sebagai satu kesatuan bangsa Indonesia.

Dalam banyak kesempatan, Muridan selalu mengangkat masalah sosial di tanah papua. Mulai dari penebangan hutan, pengambilan tanah dari masyarakat, penegakan hukum yang diskiriminatif, pelanggaran HAM, dan kekerasan yang terjadi dimana-dimana.
Muridan pula yang memberikan empat solusi penyelesaian berbagai konflik yang terus terjadi di Papua, seperti yang dijelaskan dalam buku Papua Road Map, Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008). Solusi yang terdiri dari; (1) rekognisi dan pemberdayaan orang Papua, (2) paradigma baru pembangunan, (3) pengadilan HAM dan rekonsiliasi, dan (4) dialog. Langkah lebih luas dilakukan Muridan dengan terbentuknya Jaringan Damai Papua (JDP) untuk mewujudkan dialog terbuka antara Papua dan Jakarta.
Kategori
FOKUS LAPORAN

Ada 86 Tahanan Papua Dikenakan Pasal 106 KUHP Tentang Makar, Tahun 2019

Data Aliansi Demokrasi Untuk Papua (ALDP) menyebutkan bahwa sejak tahun 2019, tercatat 86 orang tahanan asal Papua, di Papua. Mereka dikenakan pasal politik yakni, Pasal 106 KUHP tentang “Makar”.

“Salah satu pasal dalam delik terhadap keamanan negara yang paling sering digunakan oleh negara adalah Pasal 106 KUHP tentang “Makar” dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam, dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 (dua puluh) tahun,” kata Direktur ALDP, Latifah Anum Siregar, Jumat (28/02/2020), saat mengelar jumpa pers, di Kantor ALDP, Padang Bulan, Jayapura, Papua.

Anum menyebutkan, Di Papua, Pasal 106 KUHP tentang “Makar” cenderung digunakan terkait dengan peristiwa kebebasan berekspresi, berkumpul dan menyampaikan pendapat ataupun peristiwa lain (seperti menjual atau menggunakan tas, gelang, kalung, membuat kue, mengecat bangunan, mencoret tubuh dan lain sebagainya), yang didalamnya menampilkan benda, simbol, semboyan Papua Merdeka seperti bendera Bintang Kejora ataupun ekspresi lainnya.

“Di Papua segala ekspresi yang berkaitan dengan bintang kejora sudah pasti para pelakunya dikarenakan Pasal 106 KUHP. Dan jika para pelakunya sudah dikenakan Pasal 106 KUHP, maka status yang disandang oleh pelakunya adalah sebagai tahanan politik (Tapol). Terlepas dari hasil persidangannya di Pengadilan, entah apakah terbukti atau tidak terbukti delik yang dituduhkan itu,” sebut Direktur ALDP itu.

Berikut tabel tersangka/terdakwa makar, sejak tahun 2019, dikenakan Pasal 106 KUHP : Delik Kejahatan terhadap Keamanan Negara :

  • 8 Januari 2019, Timika 3 orang
  • 28 – 29 Agustus 2019, Jakarta 6 orang
  • 2 September 2019, Manokwari 1 orang
  • 5 – 24 September 2019, Jayapura 8 orang
  • 18 September 2019, Sorong 4 orang
  • 19 September 2019, Manokwari 3 orang
  • 30 November 2019, Jayapura 20 orang
  • 1 Desember 2019, Fak – Fak 23 orang , Manokwari 7 orang, dan Sorong 11 orang

Total semua tersangka pasal makar sepanjang tahun 2019 : 86 orang

Sebagian ditangguhkan, sedangkan yang lainnya sedang menjalani proses persidangan.

(Richard Mayor)