ALDP Papua – Jayapura. Peristiwa tanggal 22 Agustus 2022 di Timika telah menyebabkan hilangnya 4 manusia karena dimutilasi, bahkan 2 diantaranya juga ditembak. Peristiwa ini melibatkan para pelaku yang terdiri dari setidaknya 6 orang anggota TNI dan 4 warga sipil, seharusnya diselesaikan melalui peradilan koneksitas.

Peradilan koneksitas diterapkan apabila pada tindak pidana yang terjadi terdapat penyertaan dalam kualifikasi turut serta (deelneming) atau secara bersama-sama (made dader) yang melibatkan pelaku berasal dari warga sipil dan berstatus sebagai anggota TNI/militer.  Penanganan perkara tindak pidana koneksitas dapat dilihat dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan KUHAP.

Sangat jelas dan tegas, pasal-pasal dalam kedua aturan tersebut memiliki perintah yang sama, seperti : Pasal 89 Ayat(1) KUHAP  dan Pasal 198 Ayat(1) UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyebutkan : Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk Iingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam Iingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Artinya, sepanjang tidak ada Keputusan bersama maka sudah seharusnya disidang di Peradilan umum, tidak ada kompromi atau negosiasi soal ini.  Demikian yang seharusnya dilakukan terhadap para pelaku kasus mutilasi dan penembakan terhadap 4 warga sipil pada peristiwa 22 Agustus 2022 di Timika.

Setelah dilakukan penyidikan maka dilakukan penelitan bersama terhadap hasil penyidikan tersebut.  Penelitian bersama ini dilakukan oleh Jaksa/Jaksa Tinggi dan Oditur untuk menentukan peradilannya(Pasal 199 UU Nomor 31 Tahun 1997). Lebih lanjut Pasal 200 UU Nomor 31 tahun 1997 menyebutkan, apabila hasil penelitian menunjukan titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka Perwira Penyerah Perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui Oditur kepada Penuntut Umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada Pengandilan Negeri yang berwenang.

Mengingat bahwa peristiwa 22 Agustus 2022 kerugian yang dialami terletak pada kepentingan umum. Pertama, keluarga korban merupakan masyarakat sipil yang mengalami kerugiaan dan penderitaan karena para korban merupakan kepala keluarga dan pencari nafkah utama keluarga serta tokoh di masyarakat. Korban dan komunitasnya bahkan distigma dan dikriminalisasi, sehingga sumber mata pencarian dan kehidupan mereka dirusak secara permanen.

Faktor lainnya yang mendesak dilakukannya sidang koneksitas di PN Kota Timika karena sudah sejak lama masyarakat tidak percaya terhadap proses hukum yang dilakukan, secara khusus terhadap pelaku yang berasal dari jajaran militer apalagi dilakukan diluar Papua. Persidangan yang dilakukan cenderung menjadi mekanisme formal(upaya penyelematan) untuk melindungi pelaku dari kejahatan yang sesungguhnya, bukan untuk menuntut pertanggungjawaban atas perbuatan pidana yang dilakukan. Padahal melindungi aparat yang bersalah sama dengan merusak citra institusi dan memperburuk relasi dengan masyarakat. Relasi masih ada tapi sifatnya semu dan lemah.

Maka untuk membangun kepercayaan kepada institusi militer secara khusus dan untuk membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, terhadap para pelaku seharusnya disidangkan melalui peradilan koneksitas di kota kejadian yakni di PN Kota Timika.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here